5 Cara Menegur Anak Sesuai Anjuran Rasulullah

Setiap orang tua pasti menghadapi momen ketika harus menegur anak. Entah itu saat anak berbuat salah, melanggar aturan, atau menunjukkan sikap yang kurang baik, teguran sering kali menjadi bagian dari proses mendidik.

Namun, cara menegur tidak boleh sembarangan. Dalam Islam, Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang sangat berharga tentang bagaimana menegur dengan cara yang bijak, lembut, dan mendidik.

Beliau mencontohkan bahwa teguran seharusnya tidak lahir dari luapan emosi semata, melainkan sebagai bentuk kasih sayang dan bimbingan agar anak tumbuh dengan akhlak mulia. Berikut lima cara menegur anak yang bisa kamu terapkan.

1. Thoriqoh Mubasyaroh (Metode Langsung)

Metode ini dilakukan dengan cara menegur anak secara langsung, jelas, dan tanpa berputar-putar. Rasulullah SAW pernah mencontohkannya kepada Umar bin Abi Salamah, seorang anak kecil yang saat makan mengulurkan tangannya ke berbagai arah. Beliau menegurnya dengan lembut sambil berkata:

Nak! Bacalah Basmallah terlebih dahulu, makanlah dengan tangan kanan, dan ambillah makanan yang dekat denganmu.” (HR. Bukhari & Muslim)

Pelajaran yang dapat diambil orang tua sekarang, yakni menegur anak secara langsung saat kesalahan terjadi. Gunakan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Serta, hindari marah berlebihan.

Dalam contoh sehari-hari, praktik ini dapat dilakukan saat anak membuang sampah sembarangan. Kamu bisa berkata, “Nak, buanglah sampah di tempatnya. Lingkungan jadi bersih dan nyaman kalau kita disiplin.” 

2. Thoriqoh Talmih (Metode Menyindir)

Metode ini lebih halus, yaitu menyampaikan teguran melalui sindiran yang membuat anak merenung tanpa merasa diserang langsung. Rasulullah SAW pernah bersabda ketika ada sahabat yang berlebihan dalam ibadah:

Apa keinginan kaum yang menginginkan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka, barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku, berarti dia bukan dari golonganku.”

Orang tua dapat menggunakan sindiran lembut untuk menegur tanpa membuat anak malu. Namun, cara ini cocok dipakai ketika anak sudah cukup paham konteks dan bisa berpikir.

Misalnya, saat anak suka menunda belajar, kamu bisa berkata, “Hmm, kalau ada superhero yang kerjanya cuma rebahan terus, kira-kira dia bisa menyelamatkan dunia nggak ya?” atau kata-kata lain yang relevan dengan kesalahan anak.

3. Thoriqoh Mu’atabah (Metode Mencela dengan Lembut)

Jika teguran langsung dan sindiran belum berhasil, Rasulullah SAW mencontohkan metode celaan lembut. Suatu ketika, Abu Dzar Al-Ghifari pernah memaki seseorang dengan menyebut nama ibunya, lalu Rasulullah SAW menegurnya:

Wahai Abu Dzar! Apakah engkau telah mempermalukannya dengan menyebut nama ibunya? Sesungguhnya pada dirimu masih melekat sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari)

Sebagai orang tua, kamu juga bisa bersikap tegas kepada anak. Berikan teguran secara tegas dan gunakan pilihan kata yang baik. Tujuannya membuat anak sadar bahwa perbuatannya salah dan perlu diperbaiki.

Contohnya, saat anak mengejek temannya, orang tua bisa berkata, “Nak, kalau kamu mengejek begitu, kamu menyakiti temanmu. Itu bukan sikap yang baik.” Cara ini cenderung cocok untuk anak yang sudah beranjak besar.

4. Thoriqoh Al Inha’ Al Muaqqot (Metode Pemutusan Hubungan Sementara)

Jika teguran, sindiran, maupun celaan lembut belum juga berhasil, Rasulullah SAW memberi contoh dengan metode pemutusan hubungan sementara. Ini bukan berarti memutus silaturahmi selamanya, melainkan memberikan jeda agar anak menyadari kesalahannya.

Contoh dari Rasulullah SAW adalah ketika Ka’ab bin Malik tidak ikut perang Tabuk. Beliau menegurnya dengan melarang para sahabat berbicara dengannya selama 50 malam. (HR. Bukhari). Sanksi ini membuat Ka’ab menyesali kesalahannya dan kembali memperbaiki diri.

Pemutusan hubungan bisa berupa diam sementara, tidak menuruti permintaan anak, atau membatasi interaksi sampai anak menyadari kesalahannya. Jangan terlalu lama, cukup sampai anak sadar dan menunjukkan perubahan sikap. 

5. Metode Addhorbi (Ketegasan)

Ini adalah metode terakhir yang Rasulullah SAW ajarkan. Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Hakim, orang tua diperintahkan untuk menyuruh anak shalat sejak usia 7 tahun, dan jika usia 10 tahun masih meninggalkan shalat, maka boleh “memukul” dengan makna ketegasan.

Namun, penting dipahami bahwa memukul di sini bukan berarti menyakiti secara fisik, melainkan wujud disiplin dan pendampingan serius agar anak terbiasa taat dan hendaknya, tidak diarahkan ke wajah anak.

Rasulullah SAW dan para ulama menekankan bahwa ketegasan harus dilakukan dengan cara yang mendidik, tidak berlebihan, dan jauh dari kekerasan. Tegas berarti konsisten, mengawal, dan memastikan anak menjalankan kewajiban. 

Bisa dilakukan dengan pendampingan penuh, bukan hukuman fisik yang menyakitkan. Cara ini dianjurkan hanya ketika keempat cara di atas tetap tidak diindahkan oleh anak. 

Itulah lima cara menegur anak dalam Islam. Menegur anak memang bagian dari mendidik, tetapi cara melakukannya sangat menentukan hasilnya. Kelima cara di atas dilakukan dengan tujuan mendidik, bukan melukai.

Sama seperti seorang penasihat investasi profesional yang memberi arahan bijak agar klien tidak salah langkah, kita sebagai orang tua juga dituntut untuk memberi teguran yang tepat agar anak tidak mengulangi kesalahannya.

Bedanya, yang kita “investasikan” adalah akhlak dan masa depan mereka. Dengan meneladani cara Rasulullah SAW menegur dengan kelembutan dan kasih sayang, serta ketegasan secara bersamaan untuk menumbuhkan efek jera dan kesadaran.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top